Selasa, 06 Januari 2015

PUISI IKRAR Oleh : Emha Ainun Najib

IKRAR
 
 
Oleh :
Emha Ainun Najib


 
 
 
Di dalam sinar-Mu
Segala soal dan wajah dunia
Tak menyebabkan apa-apa
Aku sendirilah yang menggerakkan laku
Atas nama-Mu
Kuambil siakp, total dan tuntas
maka getaranku
Adalah getaran-Mu
lenyap segala dimensi
baik dan buruk, kuat dan lemah
Keutuhan yang ada
Terpelihara dalam pasrah dan setia
Menangis dalam tertawa
Bersedih dalam gembira
Atau sebaliknya
tak ada kekaguman, kebanggaan, segala belenggu
Mulus dalam nilai satu
Kesadaran yang lebih tinggi
Mengatasi pikiran dan emosi
menetaplah, berbahagialah
Demi para tetangga
tetapi di dalam kamu kosong
Ialah wujud yang tak terucapkan, tak tertuliskan
Kugenggam kamu
Kau genggam aku
Jangan sentuh apapun
Yang menyebabkan noda
Untuk tidak melepaskan, menggenggam lainnya
Berangkat ulang jengkal pertama

MAKSUD DAN TUJUAN IPS – BI

MAKSUD DAN TUJUAN IPS – BI

1.   Melaksanakan pancasila dan UUD 1945.
2.    Melaksanakan kesatuan dan persatuan ukhwah islamiyah.
3.    Melaksanakan kejujuran dan kebenaran brbudi yang luhur.
4.   Amar ma’ruf nahi munkar.
5.    Memasyarakatkan olah raga dan mengolahragakan masyarakat.

JANJI SISWA BUNGA ISLAM

Sebagai siswa bunga islam kami berjanji :
1.      Sanggup melaksanakan sholat lima waktu fardhu jum’at.
2.    Sanggup dibangun , dan di arahkan kepada sifat-sifat yang baik dan jujur.
3.    Sanggup bergaul dan bersaudara dengan persatuan apa saja.
4.   Sanggup tidak akn menjalankan politik yang dilarang oleh pemerintah.

5.    Sanggup dipecat dari keanggotaan bila melanggar putusan yang ditentukan.

MAKNA LAMBANG IPS-BI



Bismillahirrohmanirrohim.
Dengan segala keterbatasan yang saya punya ijinkanlah mengurai makna lambang bi, masih banyak makna yang belum bisa kami ungkap karna keterbatasan hidayah yang kami terima. Sekiranya ada sesepuh yang menambahkan dan meluruskan, kami sangat berterima kasih.

*Asma alloh dalam bintang segi lima* Melambangkan asmaul haq. Allohnya islam, sumber dari segala sumber, kiblatnya sholat, kiblatnya segala sesuatu di jagad raya dhohir dan bathin.
*Muhammad dan shohabatnya* adalah panutan tuntunan dan ajaran yang menjadi pedoman didalamnya.
*bunga nur merah* simbul keberanian yang kuat semangat yang membaja
*sinar 25* adalah garis nur perjuangan ajaran dan teladan 25 rosul
*bintang 9* adalah bintangnya bumi syiar dan perjuangan wali 9
*padi kapas* adalah lambang kemakmuran dhohir batin
*babadan ponorogo* adalah pusat keberadaanya
*pita kuning* adalah ikatan yang sepuh dan kuat dalam kesatuan iman dan perjuangan amar makruf nahi munkar dalam ipsbi dan baldatun thoyibatun wa robun ghofur.
*BI* bunga islam, bangun iman, bank ilmu, bangun islam, bangun ikhsan
*beground hijau* simbul semangat muda, kesentosaan, kehidupan, kesejukan, nabi khidir.
*biground kuning* simbul kesepuhan,
*limas segi 5* simbul wadah jamaah, rumah yang diberkati, rumah alloh,
*garis kliling* adalah pagar, filter yang kuat jasmani dan ruhani.

Dari kang gunadi (BI)

MAKNA 131

131 IPS BUNGA ISLAM

ADALAH SEMANGAT PERJUANGAN
GENERASI PENERUS
 ASMA'UL HAQ BUNGA ISLAM PUSAT


PERSAKSIAN SYAHId (1)
AKU ROBBKU ROSUL MUHAMMAD (3)
SYAHADATAN (1)

MAKNA PERSATUAN
1 TUJUAN (MARING ALLOH)
3 TIGA AMALIAH (AMALAN 123)
1 KAPAL (WADAH.GURU.KOMANDO)

MAKNA HAKEQOT
BAIAT (1)
SHOLAT SHOBAR JAUHI KEMUNGKARAN (3)
IKRAR BI (1)

MATI SAJRONING URIP (1)
URIP SAKJERONE MATI (SING DIGELAR. SING NYEKSENI.
  SING NGGELAR) ANASIR (3)
INGSUN (KERSANING ALLOH) (1)

KERATON (1)
BAITUL MAKMUR MUHARAM MUQODAS (3)
BAITULLOH (1)


MANUNGGALE TULISAN LAN LAFAT ALLOH
1 ALIF
3 (LAM. LAM. TASJID SADDAH)
1 HA

 LANGGENG TIDAK PUTUS (1)
 ANASIRE (URIPE JARIYAH. MANFAATE ILMU
  ANAK/MURID SHOLEH) (3)
 DIURIPNE/DIURIP URIP (1)

MAQOME IMAN (1)
YAKIN, HAQUL YAKIN, AINUL YAQIN (3)
YA KUN (1)

SIFAT 5.
131 SANES SATUS TELUNG PULUH SIJI ANGING
SIJI KALEH TELU KALIH SIJI DADOS SIPAT 5

5 NIKU ISLAM. 5 NIKU SHOLAT. 5 NIKU DASAR NEGORO
 BI PANCASILAIS.

BAIAT (1)
JODO REJEKI PATI (3)
PEPESTEN (1)





SUMBER : GRUP FB DPP IPS-BI

PENTAS SENI SAAT HUT IPS-BI








ZIAROH KE MAKAM KH.HASYIM ASYARI











biografi KH. Hasyim Ashari
Lahir di Pondok Nggedang, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 tidak lepas dari nenek moyangnya yang secara turun-temurun memimpin pesantren. Ayahnya bernama Kiai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Dari garis ibu, Kiai Hasyim Asy’ari merupakan keturunan Raja Brawijaya VI, yang juga dikenal dengan Lembu Peteng, ayah Jaka Tingkir yang menjadi Raja Pajang (keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir). Kakeknya, Kiai Ustman terkenal sebagai pemimpin Pesantren Gedang, yang santrinya berasal dari seluruh Jawa, pada akhir abad 19. Dan ayah kakeknya, Kiai Sihah, adalah pendiri Pesantren Tambakberas di Jombang. Semenjak kecil hingga berusia empat belas tahun, putra ketiga dari 11 bersaudara ini mendapat pendidikan langsung dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman. Hasratnya yang besar untuk menuntut ilmu mendorongnya belajar lebih giat dan rajin. Hasilnya, ia diberi kesempatan oleh ayahnya untuk membantu mengajar di pesantren karena kepandaian yang dimilikinya. Tak puas dengan ilmu yang diterimanya, semenjak usia 15 tahun, ia berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain. Mulai menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Trenggilis (Semarang), dan Pesantren Siwalan, Panji (Sidoarjo).

Di pesantren Siwalan ia belajar pada Kyai Jakub yang kemudian mengambilnya sebagai menantu.Pada tahun 1892, Kiai Hasyim Asy'ari menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu di Mekah. Di sana ia berguru pada Syeh Ahmad Khatib dan Syekh Mahfudh at-Tarmisi, gurunya di bidang hadis.Dalam perjalanan pulang ke tanah air, ia singgah di Johor, Malaysia dan mengajar di sana. Pulang ke Indonesia tahun 1899,

Kiai Hasyim Asy'ari mendirikan pesantren di Tebuireng yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad 20. Sejak tahun 1900, Kiai Hasyim Asy'ari memosisikan Pesantren Tebuireng, menjadi pusat pembaruan bagi pengajaran Islam tradisional.

Dalam pesantren itu bukan hanya ilmu agama yang diajarkan, tetapi juga pengetahuan umum. Para santri belajar membaca huruf latin, menulis dan membaca buku-buku yang berisi pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato. Cara yang dilakukannya itu mendapat reaksi masyarakat sebab dianggap bidat. Ia dikecam, tetapi tidak mundur dari pendiriannya. 

Baginya, mengajarkan agama berarti memperbaiki manusia. Mendidik para santri dan menyiapkan mereka untuk terjun ke masyarakat, adalah salah satu tujuan utama perjuangan Kiai Hasyim Asy'ari.Meski mendapat kecaman, pesantren Tebuireng menjadi masyur ketika para santri angkatan pertamanya berhasil mengembangkan pesantren di berbagai daerah dan juga menjadi besar.  

Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. Organisasi ini pun berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy'ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bahkan, para ulama di berbagai daerah sangat menyegani kewibawaan Kiai Hasyim. Kini, NU pun berkembang makin pesat.


Organisasi ini telah menjadi penyalur bagi pengembangan Islam ke desa-desa maupun perkotaan di Jawa.Meski sudah menjadi tokoh penting dalam NU, ia tetap bersikap toleran terhadap aliran lain. Yang paling dibencinya ialah perpecahan di kalangan umat Islam. Pemerintah Belanda bersedia mengangkatnya menjadi pegawai negeri dengan gaji yang cukup besar asalkan mau bekerja sama, tetapi ditolaknya. Dengan alasan yang tidak diketahui, pada masa awal pendudukan Jepang, Hasyim Asy'ari ditangkap. Berkat bantuan anaknya, K.H. Wahid Hasyim, beberapa bulan kemudian ia dibebaskan dan sesudah itu diangkat menjadi Kepala Urusan Agama. Jabatan itu diterimanya karena terpaksa, tetapi ia tetap mengasuh pesantrennya di Tebuireng. Sesudah Indonesia merdeka, melalui pidato-pidatonya Kiai Hasyim Asy’ari membakar semangat para pemuda supaya mereka berani berkorban untuk mempertahankan kemerdekaan. Ia meninggal dunia pada tanggal 25 Juli 1947 karena pendarahan otak dan dimakamkan di Tebuireng.

ZIAROH MAKOM SYEKH JUMADIL KUBRO

Wisata Mojokerto Ziarah Waliyuallah: Biografi dan siapakah Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) berdasarkan Naskah Mertasinga



Berbicara mengenai Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) kita berbicara mengenai penghulu para wali Allah dan penghulu para habaib di Nusantara Indonesia ini. Tokoh penting dalam penyebaran Islam di Indonesia ini bahkan memiliki 4 empat tempat yang dipercaya sebagai peristirahatan terakhir Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) yaitu di makam Troloyo berada satu lokasi dengan situs Trowulan Majapahit, Mojokerto, Semarang, Desa Turgo, Merapi, Yogyakarta dan Parang Tritis, Gunung Kidul, Yogjakarta. 

Saya kemudian mencari - cari mengenai empat tempat, yang saya dapatkan adalah banyak sekali peziarah yang datang ke makam Troloyo atau makam Tralaya untuk berziarah ke Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro). Sehingga makam Syeh Jumadil Kubro menjadi salah satu obyek wisata religi di Mojokerto. Di  Desa Turgo, Merapi,Yogjakarta dekat Plawangan dan Parang Tritis, Yogja hanyalah petilasan (daerah yang pernah disinggahi beliau). 
Mengenai makam Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) yang berada di Semarang belum saya dapatkan foto peziarah berkunjung kesana. Informasi mengenai Makam Syekh Jumadil Kubro di Semarang hanya seputar letak yaitu di jalan Yos Sudarso No. 1 Kelurahan Terboyo Kulon, Kecamatan Genuk dan acara doa bersama. 

Di makam Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) secara regular diadakan acara manakib  setiap malam Jumat Paing jam 19.00 dan pada acara peringatan Maulid Nabi sedangkan setiap Jumat Legi diadakan acara Mujahadah Kubro dan pengajian. Untuk Khaul Akbar diadakan setiap tahun sekali pada bulan Dzulhijjah Jumat terakhir dengan membawa maulidurrosul dan tahlil.
Mengenai Biografi dan siapakah Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) juga memiliki banyak versi sejarah. Nama asli dari  Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) terdapat dua versi yaitu Syeikh Jamaluddin al Husain al Akbar dan Syekh Jamaluddin Akbar dari Gujarat (Martin van Bruinessen,1994). Semua pendapat mengenai Biografi dan siapakah Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) mengarah pada 2 pendapat sejarah mengenai beliau termasuk silsilah beliau dan sejarah penyebaran Islam yang beliau lakukan.


Dalam penulisan biografi dan sejarah Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) saya berpegang pada naskah Mertasinga. Silsilah yang terdapat dalam Naskah Mertasinga ini saya dapatkan di buku Sajarah wali Syekh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati (Naskah Kuningan) karya H.R Amman N. Wahyu. 

Menurut Naskah Mertasinga, Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) merupakan kakek dari Raden Rakhmat (Sunan Ampel) dan uyut dari Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) melalui garis ayah. Nama Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) yang terdapat di buku inipun hanya mencantumkan nama Jumadil Kabir. 

Nama asli beliau diambil dari sumber lain, yang menyatakan nama asli Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) adalah Zainul Husein atau Jamaluddin Husein Akbar.


Pada Naskah Mertasinga, Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) adalah cucu ke 18 Rasulullah Muhammad SAW melalui garis Imam Husein putra, Sayyidah Fatimah Az Zahra dan Imam Ali bin Abi Thalib. 

Pada Naskah Mertasinga tersebut juga terdapat nama Syekh Jumad yang merupakan kakek dari sunan Giri. Tetapi menurut sumber lain, nama asli Syekh Jumad adalah Syekh Majagung atau R. Nyingkara, adik dari istri Syekh Mustakim. 

Perjalanan dakwah Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) berakhir di Trowulan, Mojokerto. Beliau wafat tahun 1376 M, 15 Muharram 797 H. diperkirakan hidup di antara dua Raja Majapahit (awal Raja Tribhuwana Wijaya Tunggadewi dan pertengahan Prabu Hayam Wuruk).

Keberadaannya Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) di tanah Majapahit hingga ajal menjelang menunjukkan perjuangan Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) untuk menegakkan agama Islam di bumi Majapahit sangatlah besar. Bahkan saya berpendapat bahwa Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) menjadi saksi ketika Gaj Ahmad (Gajahmada) bersumpah amukti Palapa.

Melihat letak makam beliau di makam Troloyo, terlihat bahwa Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) memiliki dekat dengan pejabat kerajaan Majapahit. Beliau dimakamkan di tempat khusus, ditengah pejabat kerajaan antaranya adalah makam Tumenggung Satim Singgo Moyo, Kenconowungu, Anjasmoro, Sunan Ngudung (ayah Sunan Kudus).

Informasi Peta di makam Syekh Jumadil Kubro

Berikut Silsilah Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) menurut Naskah Mertasinga :


ZIAROH KE MAKOM SYEKH KHOLIL BANGKALAN







Khadratus Syaikh Kiai Haji M. Kholil Bangkalan merupakan sosok yang waskita, serta memiliki pengetahuan spiritual dan pandangan kasat mata. Beliau juga sebagai pakar dalam tata bahasa Arab, khususnya kitab Alfiyah Ibnu Malik. Selain itu Beliau dikenal sebagai seorang ahli fiqih dan tarekat. Bahkan, akhirnya Beliau dapat memadukan diantara keduanya.
Masa mudanya, Kiai Kholil menempuh pendidikan agama diberbagai pesantren, tercatat pesantren yang Beliau jadikan tempat belajar adalah pesantren Langitan Tuban, Pesantren Cangaan Bangil Jawa Timur, dan yang terakhir adalah Pesantren Darussalam, Kebon Candi Pasuruan. Namun sayangnya tidak banyak data yang menceritakan apa saja yang Beliau pelajari disetiap pesantren dan berapa lama Beliau belajar.
Seusai menempuh pendidikan agama di pesantren Jawa Beliau berangkat ke Makkah guna menggali ilmu agama lebih dalam lagi. Selama menempuh pendidikan di Makkah, kebiasaan hidup sederhana dan prihatin Beliau jalankan. Beliau menerapkan sikap hidup zuhud, prilaku keseharian Kiai Kholil juga menampakkan keanehan dimata umum. Beliau sering makan kulit semangka ketimbang makanan yang wajar pada umumnya. Sedangkan minumnya dari air zam-zam. Kebiasaan itu dilakukannya terus-menerus selama empat tahun di Makkah.
Sepulangnya dari Makkah Beliau mulai menularkan ilmunya dengan mendirikan pondok pesantren. Kiai Kholil yang terkenal karomahnya tersebut, memiliki metode tersendiri dalam menggembleng santrinya. Beliau tidak mau hanya mengajar biasa saja, yaitu membaca kitab kuning, menyuruh santri mendengarkan dan menulis pelajaran, kemudian mempelajarinya, ataupun menghafalnya.
Kiai Kholil mempunyai cara tersendiri dalam menggembleng santrinya. Hal itu bisa dicontohkan bagaimana Beliau menggembleng Santri yang bernama Abdul Karim, pendiri dan pengasuh pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Waktu itu, Abdul Karim memang jauh-jauh datang dari Kediri ke Bangkalan guna nyantri pada Kiai Kholil. Ia mempersiapkan bekal, terutama bekal ekonomi. Ketika menginjakkan kakinya dipondok dan bertemu Kiai Kholil, semua bekal Abdul Karim diminta oleh Kiai Kholil sehingga pemuda ini tidak mempunyai apa-apa lagi.
Akhirnya, selama nyantri disana, sekitar lima tahun, ia sering kelaparan. Untungnya, Abdul Karim menerima perlakuan itu karena dia menganggap hal tersebut adalah sebagai syarat tertentu dari Sang Kiai Karomah ini. Dan benarlah, sepulang dari Bangkalan, ternyata santri ngenes ini berhasil mendirikan pesantren yang cukup besar dan disegani, yakni Pesantren Lirboyo, Kediri.
Aktivitas Kiai Kholil dalam berdakwah lebih pada penceritaan sebagai Kiai Karomah. Namun, penceritaan tersebut menunjukkan bahwa Beliau bukanlah seorang “tipe Ka’bah” atau intelektual menara gading, yang hanya berdiam diri dan asyik dengan keilmuannya didalam kamar atau pesantren. Kiai Kholil terjun langsung ke masyarakat, menjadi intelektual organik, dan selalu menerima kedatangan warga masyarakat dari semua golongan dan semua jenis keluhan yang dialaminya.
Banyak sekali karomah-karomah yang dimiliki Beliau, salah satunya adalah pada suatu hari petani mentimun di daerah Bangkalan sering mengeluh. Setiap mentimun yang siap dipanen selalu keduluan dicuri orang. Ini terjadi terus-menerus. Akhirnya, mereka tidak sabar lagi. Setelah bermuswarah, maka diputuskan untuk sowan ke Kiai Kholil. Sesampainya di-dalem, Kiai Kholil sebagaimana biasanya sedang mengajarkan nahwu kepada santri-santri.
Petani-petani tersebut mengutarakan permasalahannya kepada Beliau, serta ingin meminta penangkal agar ladang timun tidak kemalingan lagi. Ketika itu, kitab yang dikaji oleh Beliau kebetulan sampai pada kalimat qama Zaidun yang artinya, “Zaid telah berdiri”, dengan tegas dan mantap Beliau mengatakan inilah penangkalnya.
Para petani pun pulang kerumah mereka masing-masing dengan keyakinan kemujaraban penangkal dari Kiai Kholil. Keesokan harinya mereka mengecek di ladang masing-masing, betapa terkejutnya mereka, ketika melihat sejumlah pencuri timun berdiri terus-menerus tidak bisa duduk. Semua maling tetap berdiri dengan muka pucat pasi karena menjadi tontonan warga yang ingin melihatnya.
Kiai Kholil juga merupakan seorang yang getol melawan penjajahan. Namun, kiprah Beliau lebih banyak berada dibalik layar. Beliau tidak segan-segan memberikan suwuk dan ilmu karamahnya kepada para pejuang. Bahkan sempat saat peristiwa 10 Nopember 1945 perang Gerilya melawan tentara sekutu di Surabaya. Beliau mendatangkan pasukan lebah untuk menyerang musuh. Sehingga, tidak heran lawan-lawan yang bersenjatakan lengkap dan modern dapat dikalahkan oleh pejuang yang hanya bermodal bambu runcing.
Tidak ketinggalan kiprah Beliau dalam membidani organisasi Nahdlatul Ulama’. Secara tidak langsung Beliau memberikan “tongkat musa” kepada Khadratus Syaikh Hasyim Asy’ari sebagai perestuan Beliau. Akhirnya, tak lama kemudian terbentuklah Nahdlatul Ulama’ dari organisasi ini, memberikan sumbangsih dalam perumusan Pancasila, UUD 1945.
Buku ini ditulis berdasarkan data yang sangat minim. Dalam penyusunannya, penulis menggunakan metode kajian teks. Karena penulis mengakui, hampir dari semua pelosok pesantren mulai dari Madura sampai Jawa yang telah dikunjungi tidak mencatat kehidupan ulama yang besar ini. Begitu juga ketika penulis menelusuri pelbagai perpustakaan-perpustakaan besar. Malah yang lebih banyak dari rekam historis Kiai Kholil adalah cerita karomahnya. Memang tidak banyak data sejarah yang menunjukkan secara sistematis berkaitan dengan seluk, kehidupan, perjuangan, serta pemikiran Beliau(hlm. 53).
Buku ini sangat cocok bagi santri pondok salaf. Karena hal yang disajikan menggambarkan sosok Kiai Kholil yang sederhana, dan proporsional dengan keadaan santri. Dengan buku ini santri akan memiliki spirit baru dalam menuntut ilmu dipesantren.
Secara tidak langsung, buku ini memberikan sindiran yang membangun kepada kaum intelek yang suka menulis dan mempelajari biografi Kiai-Kiai besar di Jawatimur. Mengapa data sejarah mengenai Kiai Kholil sangat minim, sementara literatur tentang muridnya, misal KH. Hasyim Asya’ari Pendiri NU, KH. Wahab Hasbullah Pendiri Pondok Pesantren Tambak Beras, KH. Bisri Mustofa Pendiri Pesantren Rembang, KH. Muhammad Siddiq pendiri Pesantren Siddiqiyah lebih banyak?

FOTO BAIAT TANGGAL 08 AGUSTUS 2014